Ruang Untuk Menulis Segala

√ Alvinia Christiany Mendirikan Organisasi “Teman Autis” Demi Hapus Stigma Negatif Autisme
Ruang Edukasi

Alvinia Christiany Mendirikan Organisasi “Teman Autis” Demi Hapus Stigma Negatif Autisme

Organisasi Teman Autis

Cerita pengalamanku sebagai seorang ibu dari anak yang terdiagnosis mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) sudah sering aku bagikan melalui berbagai tulisan, khususnya di blog ini.

Meski begitu, aku masih tetap suka mengulang-ulang cerita pengalamanku tersebut. Karena menurut aku, pengalamanku selama membersamai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang terdiagnosa ADHD pasti banyak dibutuhkan oleh para orang tua di luar sana yang mungkin saat ini sedang dititipkan ABK oleh Tuhan.

Berdasarkan pengalaman aku sendiri, kesulitan mencari informasi dan referensi, kesulitan mengambil sikap, dan perasaan sulit menerima kenyataan–memiliki anak yang didiagnosa ADHD, serta kebutuhan akan dukungan-dukungan, membuat aku tetap bersemangat untuk berbagi pengalaman dalam membersamai anak berkebutuhan khusus.

Hal-hal yang Bikin Aku Terus Bersemangat untuk Berbagi Pengalaman

Aku yakin, di luar sana pasti ada banyak orang tua yang merasakan bagaimana sulitnya menghadapi stigma negatif tentang ABK yang berkembang di masyarakat.

Berdasarkan pengalaman aku pribadi. Aku sendiri sudah merasakan bagaimana stigma negatif ini–yang bisa membuat kita (sebagai orang tua dari anak ABK) merasa malu, minder, atau bahkan sulit untuk menerima kenyataan.

Menghapus stigma negatif yang berkembang di masyarakat tentu bukan pekerjaan mudah. Itulah yang membuat aku terus bersemangat untuk berbagi pengalaman. Khususnya karena beberapa alasan berikut ini, yang menurut aku merupakan esensi dari berbagai pengalaman itu sendiri.

1. Meningkatkan pemahaman

Dengan menceritakan pengalaman, aku berharap bisa membantu meningkatkan pemahaman orang lain tentang ADHD. Pasalnya, kurangnya pemahaman inilah yang membuat stigma negatif tentang ADHD berkembang di masyarakat.

Aku yakin, melalui edukasi, kita bisa menghilangkan stereotip dan sekaligus meningkatkan kesadaran tentang ADHD atau berbagai hal yang berkaitan dengan ABK termasuk autisme.

2. Saling Mendukung

Aku sendiri sudah merasakan bagaimana beratnya menjadi orang tua yang dikaruniai anak berkebutuhan khusus oleh Tuhan.

Tanpa dukungan dari keluarga hingga komunitas yang ada di sekitarku, aku mungkin saja tidak akan sesabar dan sekuat ini dalam menjalani hari-hari.

Dengan sharing pengalaman, aku yakin akan ada banyak orang tua yang pasti akan merasa terbantu dalam menghadapi situasi yang serupa.

Biasanya, kesamaan nasib ini bisa lebih mudah membuat kita jadi akrab, yang ujung-ujungnya bisa membuat ikatan persaudaraan diantara kami semakin kuat.

Dengan adanya dukungan, orang tua yang senasib seperti aku, akan merasa tidak sendirian dalam berjuang.

3. Solusi untuk setiap masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang tua pasti mengalami berbagai masalah yang berbeda-beda dalam membersamai anaknya.

Tetapi, tidak sedikit juga orang tua yang mengalami masalah yang sama, sehingga solusi untuk masalah mereka tersebut bisa juga ditemukan dari pengalaman orang lain.

Bahkan tidak jarang, orang tua yang merasa cemas dan bingung kesulitan untuk menentukan langkah intervensi seperti apa yang harus diambil untuk membantu anak-anak mereka.

4. Menghapus stigma negatif

Seperti yang aku bilang di atas tadi. Tidak mudah untuk menjadi orang tua dari seorang anak yang memiliki kebutuhan khusus, entah itu autisme ataupun ADHD.

Stigma negatif terkait ADHD yang berkembang di masyarakat seringkali membuat kita sebagai orang tua merasa malu, minder, cemas, hingga stress.

Dengan menceritakan pengalaman sendiri, aku berharap bisa membantu mengurangi stigma ini dan membantu orang merasa lebih nyaman membicarakan masalah ini secara terbuka.

Menghapus Stigma Negatif

Kurangnya pemahaman dan edukasi adalah dua hal yang kerap menjadi biang kerok terciptanya stigma negatif di tengah masyarakat. Entah itu, yang berkaitan dengan penyakit seperti kusta ataupun Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seperti anak ADHD hingga anak autis.

Khusus untuk ABK, tidak semua orang memahami apa itu ABK dan bagaimana bersikap terhadap individu yang menderita ABK. Sebaliknya, justru banyak yang memiliki prasangka dan memperlakukan individu ABK secara tidak hormat, bahkan hingga dijadikan bahan lelucon (bullying).

Oleh karena itu, aku selalu mendukung berbagai bentuk tindakan yang berusaha untuk menghapus stigma negatif mengenai anak-anak berkebutuhan khusus, seperti yang dilakukan oleh Alvinia Christiany melalui organisasi “Teman Autis.”

Kisah Perjuangan Alvinia Christiany Menghapus Stigma Negatif Autisme di Indonesia

Alvinia Christiany

Antara anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan anak yang mengalami autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) sebenarnya adalah dua kelompok individu yang tergolong ke dalam Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Meskipun, ada banyak perbedaan dalam perkembangan mereka.

Terlepas dari itu semua, baik anak yang mengalami autisme dan ADHD, keduanya kerap memiliki nasib (di tengah masyarakat) yang kurang lebih sama, yaitu mengalami stigma negatif dan didiskriminasi.

Stigma negatif ini seringkali diperparah dengan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap autisme. Di samping, ketidaktahuan mereka mengenai, bagaimana seharusnya bersikap dan bertindak ketika menghadapi ABK.

Tidak sedikit yang justru menjadikannya sebagai bahan bullying atau ejekan, menganggap anak autis sebagai orang gila, dan bahkan lebih parah lagi, mencap individu autis sebagai anak hasil kutukan.

Tidak hanya kerap mengalami perundungan, stigma negatif yang berkembang di masyarakat juga kerap menyebabkan anak-anak berkebutuhan khusus mengalami diskriminasi dan kesulitan diterima di lingkungan sosial.

Stigma negatif yang berkembang di tengah masyarakat inilah yang membuat Alvinia Christiany bersama rekannya Ratih Hadiwinoto tergerak untuk menghapus stigma negatif terhadap anak autis melalui sebuah organisasi bernama  “Teman Autis.”

Teman Autis sendiri dibangun untuk meningkatkan kesadaran sekaligus mengedukasi masyarakat agar tidak melakukan perundungan terhadap individu yang mengalami autisme.

Sebelum menggunakan nama “Teman Autis,” gerakan ini awalnya dikenal dengan sebutan “Light It Up Project.” Pada 2018, branding “Light It Up Project” resmi berganti menjadi “Teman Autis” karena dirasa lebih spesifik sesuai dengan visi misi mereka.

Organisasi Teman Autis ini memang lebih banyak dimanfaatkan sebagai wadah untuk memberikan dukungan kepada setiap keluarga di Indonesia yang membutuhkan informasi ataupun berbagai jenis bantuan yang berhubungan dengan autisme.

Dalam menyebarkan informasi, Teman Autis menggunakan (hampir) semua sumber daya yang ada. Mulai dari website (www.temanautis.com) hingga melakukan berbagai bentuk aktivitas seperti fun walk hingga seminar secara offline dan online.

“Informasi ini sebenarnya banyak di internet, tetapi masih tercerai-berai. Oleh karena itu, kami mengumpulkan informasi tersebut di Teman Autis.” – Alvinia.

Dengan begitu, setiap orang tua yang membutuhkan informasi mengenai autisme bisa mendapatkan panduan atau dukungan yang berguna untuk membantu perkembangan anak-anak mereka.

Tidak hanya itu, saat ini Teman Autis juga telah menjalin kerjasama dengan lebih dari 100 sekolah, klinik, dan pusat-pusat terapi di Indonesia. Sehingga, setiap orang tua atau keluarga yang memiliki anak dengan autisme akan lebih mudah mengakses informasi atau sumber daya dan untuk memperoleh dukungan yang dibutuhkan.

Jadi, kalau Ayah-Bunda punya pertanyaan seputar autisme. Seperti misalnya,

  • Bagaimana cara memperlakukan anak autis?
  • Apakah ada sekolah khusus untuk mereka di sekitar tempat tinggal saya?
  • Bagaimana caranya saya merawat mereka?
  • Bagaimana cara melatih anak autis agar bisa mandiri?
  • Atau, kepada siapa aku harus berkonsultasi?
  • Dan, berbagai pertanyaan yang terkait, semuanya bisa diperoleh dengan mengunjungi website Teman Autis.

Selain bertujuan untuk berbagi mengedukasi dan menyebarkan informasi kepada masyarakat sekaligus memberikan dukungan bagi keluarga Indonesia, Teman Autis juga aktif meluruskan persepsi-persepsi yang keliru yang seringkali muncul di kalangan orang tua atau anggota keluarga. 

Contohnya, masih banyak orang yang salah mengartikan tingkah anak autis dan beranggapan bahwa, ketika anak tantrum, marah, menangis, atau bersikap ngeyel, sebagai perilaku keras kepala. Padahal, anak autis kadang-kadang menangis atau tantrum (hanya) saat mereka merasa kesulitan untuk mengungkapkan keinginannya.

Website Teman Autis

Penutup

Kegigihan dan komitmen Alvinia Christiany serta upaya Tim Teman Autis telah menciptakan sebuah perubahan positif dalam upaya menghapus stigma negatif seputar autisme di Indonesia.

Melalui wadah edukasi, kerjasama dengan mitra, dan penyediaan informasi melalui website, mereka telah meningkatkan pemahaman masyarakat tentang autisme. 

Semua ini adalah langkah yang sangat penting dalam memastikan bahwa anak-anak autis di Indonesia bisa mendapatkan dukungan, pemahaman, dan kesempatan yang mereka butuhkan untuk tumbuh dan berkembang.

Yang tak kalah menggembirakan, perjuangan Alvinia telah pula mendapatkan pengakuan yang setimpal berupa penghargaan dari PT Astra International Tbk melalui ajang bertajuk SATU Indonesia Award 2022. 

Sebagai ibu yang dikaruniai anak ADHD, aku berharap, Teman Autis akan terus berperan penting dalam menciptakan perubahan positif yang lebih besar bagi anak ABK di masa depan. Khususnya, untuk menghapus stigma negatif yang berkembang di tengah masyarakat.

Sumber:

  • https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/pejuang-teman-autis/
  • https://headtopics.com/id/alvinia-christiany-atasi-stigma-autism-di-indonesia-lewat-teman-autis-45883421
  • https://www.meiliawury.com/2023/08/alvinia-christiany-jembatan-edukasi-dan.html
  • https://kumparan.com/cha-dm/alvinia-christiany-dan-mimpi-indonesia-ramah-autis-1zSukc454qx/2
  • https://www.kompasiana.com/cintiagita/651ecc88edff761bef44be92/mengubah-hidup-anak-anak-autis-melalui-dedikasi-dan-edukasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *